Sukses Jakarta untuk Indonesia: Malangnya Kita Andai Ali Sadikin Tak Populerkan Batik
SEAToday.com, Jakarta - YouTuber populer, IShowSpeed dihadiahkan batik oleh seorang fans saat berkunjung ke Malaysia pada 18 September 2024. Penggemarnya mengatakan Batik yang diberikan berasal dari Malaysia. Speed tak terima. Ia mencari tahu dengan berselancar di dunia maya.
Speed menemukan fakta bahwa karya seni rakyat itu berasal dari Indonesia. Batik dianggapnya sudah populer di Negeri Khatulistiwa. Namun, dulu kala batik sempat dianggap rendah. Batik dinilai busana kaum wanita. Ali Sadikin lalu menyelamatkan batik. Ia datang dan mengubah segalanya. Begini kisahnya.
Imej Batik era 1960-an tak sementereng sekarang. Dulu kala batik dianggap pakaian kaum wanita. Itupun terbatas pada kalangan tertentu. Kalangan atas jarang mau menggunakan batik. Kaum pria pun tak jauh berbeda.
Kaum pria belum banyak yang mengunakan, khususnya untuk hajatan resmi. Kaum pria kebanyakan berfokus kepada pakaian ala orang Eropa. Keengganan itu muncul karena anggapan batik sebagai busana orang kampung.
Kondisi itu membuat batik sempat dianggap rendah. Kaum wanita kemudian banyak membatasi penggunaan batik dalam hajatan resmi. Namun, bukan berarti tak mau digunakan. Model busana batik yang itu-itu saja jadi kendala.
Belakangan batik mulai digunakan ibu-ibu pejabat pemerintah berkat jasa Sarijah Niung (Ibu Sud). Ia jadi bagian penting yang membuat batik lestari. Ibu Sud mampu menghadirkan batik yang cocok digunakan kalangan istri pejabat. Berkatnya, batik dipercaya bisa digunakan dalam berbagai hajatan resmi.
“Ibu Sud dapat memilih batik-batik mana yang baik dipakai oleh orang tertentu dari golongan masyarakat tingkat tertentu pula. Bahkan dapat mempersiapkan batik yang biasa dipakai dalam upacara tertentu seperti dalam pernikahan, memperingati tujuh bulan kehamilan, melawat kematian dan sebagainya,” ujar S. Sumadi dalam buku Sarijah Bintang Sudibyo (Ibu Sud): Karya dan Pengabdiannya (1985).
Ali Sadikin dan Batik
Kaum wanita dan batik memang begitu identik. Mereka jadi pionir menggunakan batik ke ragam hajatan resmi. Namun, tidak bagi kaum pria. Mereka menganggap Imej batik sebagai busana wanita sulit digoyang.
Kaum pria lebih memilih menggunakan busana Eropa – jas komplit dan dasi untuk hajatan resmi. Ali Sadikin pun sempat berpikir seperti itu. Gubernur DKI Jakarta era 1966-1977 itu malah tak mau mengunakan batik untuk sekedar acara santai.
Ali lebih nyaman melancong dengan baju barong talagong khas Filipina ke mana-mana. Namun, perjumpaannya dengan pengusaha era Orba, Abdul Latief mengubah segalanya. Di tahun 1967, kedua berjumpa di Sarinah.
Ali menggunakan baju barong talagong. Abdul Latief mengomentari kenapa tak pakai pakaian nasional: batik. Ali ngedumel. Ali menjawab sekenanya saja: kamu pikir saya wanita harus pakai batik dan kebaya!
Pria yang akrab disapa Bang Ali mewakili pandangan kaum laki-laki terkait Batik era 1960-an. Batik dianggap bukan untuk pria. Latief tak kehabisan akal. Ia yakin dapat menghadirkan pakaian batik yang cocok yang untuk kaum pria.
“Begitu citra batik masa itu. Ini terjadi tahun 1967, awal-awal Ali Sadikin jadi Gubernur,” tegas Abdul Latief ditulis Syafrizal Dahlan dalam buku Abdul Latief: Enterprenur Nasionalis (2017).
Latief segera mendatangi Ibu Sud yang notabene seniman batik, sekalipun ia lebih dikenal sebagai pencipta lagu anak-anak. Ibu Sud dengan serius menciptakan batik khusus pesanan untuk Ali dan berhasil. Kemeja batik lengan panjang motif jelamprang disukai pria berjuluk Kennedy dari Timur.
Ali kerap menggunakan batik tiap ada acara penting. Intensitasnya mengenakan batik kian meningkat. Eksistensi itu membuat banyak pengrajin batik mulai memproduksi batik model Sadikin.
“Setelah itu, toko-toko baju pun banjir hem batik model Ali Sadikin. Di luaran, orang-orang memakainya untuk kesempatan di mana dan kapan saja. Untuk piknik, kondangan atau nonton,” tulis laporan majalah Tempo berjudul Batik untuk Si Jantan, 30 September 1972.
Ali merasa nyaman menggunakan batik. Ia menganggap batik cocok dengan udara panas Jakarta. Kalau mau menggunakan batik untuk acara tak terlalu resmi Ali mengunakan batik lengan pendek. Kalau resmi ia menggunakan batik lengan panjang.
Batik Membumi
Ali merasa nyaman dengan batik. Namun, ia tak mau sendirian saja merasakan kenyamanan batik. Ia melihat sendiri bagaiamana anak buahnya tak banyak yang mampu membeli jas komplit dan dasi. Ali tak mau memaksakan penggunakan jas dan dasi.
Ia justru punya gagasan supaya Batik jadi pakaian nasional. Suatu pakaian yang nanti mampu merebos sistem kelas, kaya atau miskin, tua atau muda. Semuanya dapat menggunakan batik dalam aktivitas sehari-hari, kemudian hajatan resmi.
Ali bergerak cepat. Ia menetapkan warisan budaya batik sebagai pakaian resmi untuk pria di wilayah DKI Jakarta pada 1972. Batik digunakan untuk pengganti jas dan pakaian formal lainnya.
“Setelah itu jadilah kemeja batik berlengan panjang sebai pakaian yang dianggap sopan, pantas, rapi, dan resmi. Berlombalah orang membuat kemeja batik lengan panjang yang bagus. Jadilah industri batik hidup, atau tambah hidup dengan secara melompat. Apalagi setelah anak-anak sekolah diharuskan pada satu hari tertentu memakai kemeja batik,” ujar Ali Sadikin ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1992).
Keputusan Ali membawa manfaat besar bagi pengrajin batik. Orang-orang jadi berlomba-lomba menggunakan batik yang notabene produk nasional dibanding produk luas negeri. Siasat Ali pun senantiasa membawa hasil yang signifkan. Bahkan, Presiden Soeharto lalu mengikuti jejak Ali.
“Kita melihat betapa ketika Presiden Soeharto dan Ali Sadikin turun tangan melakukan promosi memakai baju dari bahan batik, maka hasilnya sungguh luar biasa dan amat cepat pula,” ungkap tokoh pers nasional, Mochtar Lubis dalam buku Tajuk-Tajuk Mochtar Lubis di Harian Indonesia Raya Volume 2 (1997).
Karisma Ali menggunakan batik terus jadi berita secara nasional. Gerak-gerak Ali menggunakan batik diabadikan dalam bidikan kamera pers. Ali pun selalu menggunakan rancangan batik dari orang yang sama: ibu Sud.
Popularitas batik jadi meningkat. Nama Ali Sadikin lalu dikenang di mana-mana. Ia dianggap pionir dari membuminya batik. Perihal itu dilegitimasi oleh banyak pihak. Beberapa di antaranya menyematkan nama Ali Sadikin sebagai Pahlawan Batik Nasional. Puncaknya Ali seraya memberikan esensi kepada jargon kekinian: Sukses Jakarta untuk Indonesia.
Artikel Rekomendasi
ESG
Pertamina Paparkan Strategi Menjadi Pemimpin Regional Bisnis CCS...
PT Pertamina (Persero) memaparkan strategi menjadi pemimpin regional bisnis Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS) dalam Forum Internasional & Indonesia CCS (IICCS) 2024 di Jakarta Convention Center, Senayan, Rabu, 31...
Sederet Langkah KAI untuk Capai Net Zero Emission
KAI Group melancarkan beberapa langkah strategis untuk mencapai net zero emission.
Sederet Aksi Keberlanjutan di Olimpiade Paris 2024
Olimpiade Paris 2024 menyuguhkan beragam cerita, termasuk aksi keberlanjutan.
Pertamina Raih Penghargaan ESG Bidang Hubungan dengan Pelanggan
Pertamina raih penghargaan Indonesia DEI & ESG (IDEAS) Awards 2024 Kategori ESG (Environmental, Social & Governance).
Popular Posts
Punya Harta 1000 Triliun, Kisah Hidup Prajogo Pangestu Orang Terk...
Kisah hidup pengusaha Prajogo Pangestu menjadi orang terkaya nomor satu di Indonesia dengan harta mencapai Rp1.000 triliun.
Penampakan Gerai Indomaret Pertama di Indonesia
Penampakan gerai Indomaret pertama di Indonesia. Kini banyak yang berdekatan dengan Alfamart.
Harga Emas Antam 2 Juli: Naik Rp 5.000 Jadi Rp 1,368 Juta per Gra...
Harga emas naik sebesar Rp 5.000 per gram menjadi Rp 1.368.000 per gram.
Pertamina Patra Niaga Siap Salurkan BBM Subsidi Sesuai Kuota Peme...
Pertamina Patra Niaga siap menyalurkan BBM dan LPG subsidi sesuai dengan kuota yang ditetapkan Pemerintah.
Haji Bustamam dan Restoran Sederhana: Kisah Jatuh Bangun Merintis...
Haji Bustamam pernah merasakan pahit getirnya membangun Restoran Sederhana. Dan kerja kerasnya buat Restoran Sederhana jadi rumah makan padang ternama.