• Sunday, 06 October 2024

Haji Bustamam dan Restoran Sederhana: Kisah Jatuh Bangun Merintis Rumah Makan Padang Ternama

Haji Bustamam dan Restoran Sederhana: Kisah Jatuh Bangun Merintis Rumah Makan Padang Ternama
Potret Restoran Padang Sederhana milik Haji Bustaman di Pasar Benhil pada 1974| Buku Haji Bustamam: Pendiri Restoran Sederhana (2019)

SEAToday.com,  Jakarta - Siapa yang tak kenal Restoran Sederhana? Cabangnya ada dimana-mana dengan jaminan cita rasa masakan Minang yang sedap dan bikin nagih. Pemiliknya, Haji Bustanam, jatuh bangun melewati fase panjang membangun Restoran Sederhana hingga akhirnya mencapai titik seperti sekarang. Begini ceritanya.

Orang Minang dan budaya merantau adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Kecenderungan itu muncul karena jumlah orang Minang di tanah rantau kian meningkat. Namun, merantau tak pernah memiliki alasan tunggal.

Alasan yang paling banyak diungkap menganggap orang Minang –utamanya kaum laki-laki banyak merantau karena sistem matrilineal. Suatu sistem kekerabatan yang bersumber meninggikan garis keibuan.

Laki-laki dianggap tak mewarisi harta atau pusaka. Kondisi itu membuat seorang laki-laki merasa merantau adalah pilihan paling logis untuk menjaga harga diri. Barang siapa yang tak merantau kadang kala tersemat semacam prasangka malas hingga pengangguran.

Artinya, mereka yang memilih tak merantau dianggap punya kehidupan yang menyedihkan di kampung. Mereka tak istimewa karena tiada peluang ekonomi besar di kampung yang dapat menunjang hidup mapan dan nyaman.

“Toh pada akhirnya tampak bahwa potensi sosial-ekonomi masyarakat kampung (di Minangkabau) terbatas adanya, untuk meluangkan kesempatan memperoleh harga diri itu. Khususnya, ketika gengsi mulai berkaitan dengan harta. Itulah masa yang oleh sebut Radjab (jurnalis kenamaan Indonesia) disebut sebagai naiknya kaum saudagar,” ujar sastrawan Goenawan Mohamad dalam kolomnya Catatan Pinggir di majalah Tempo berjudul Pemberontakan Radjab, 12 Juli 1986.

Kerja Serabutan Haji Bustamam

Opsi merantau merupakan opsi yang logis untuk mengubah kehidupan. Pilihan itu pernah diambil oleh sosok Haji Bustamam. Pria kelahiran Lubuak Jantan 11 September 1942 itu dulunya pernah merasakan kesulitan hidup.

Ia menganggap Lubuak Jantan, Tanah Datar, Sumatra Barat tak mampu membuatnya hidup sejahtera. Ia sedari kecil dipaksa merasakan kepedihan. Ibunya meninggal dunia saat usianya masih belia. Kehidupan itu membuatnya dipaksa hidup bersama dengan neneknya.

Ayahnya justru pergi merantau mencari penghidupan di Riau. Opsi merantau diambil karena tiadanya kesediaan pekerjaan di kampung halaman. Bustamam pun bak diajarkan merasakan kemiskinan. Daya belinya keluarga rendah dan kehidupan semakin sulit.

Belakangan Ayahnya mencoba membawa Bustamam ke Riau. Suatu keputusan yang membuat Bustaman terpaksa harus putus sekolah di Sekolah Rakyat (Setingkat SD). Saban hari ia membantu ayahnya sebagai petani. Namun, profesi itu tak membuat Bustamam kerasan.

Ia melihat pilihan lainnya. Riau dianggap tak bukan tempat mencari nafkah. Bustamam pun ikut keluarganya pindah ke Jambi meninggalkan ayahnya pada 1950-an. Kehidupan Bustamam di Jambi tak langsung membaik.

Ia mencoba bekerja apa saja di Jambi. Keterbatasan pendidikan jadi penyebabnya. Segala pekerjaan yang umumnya menggunakan tenaga dijajal. Ia pernah adi pedagang pisang goreng, jagung rebus, kenek, pedagang asongan, hingga tukang cuci piring.

Profesinya sebagai tukang cuci piring di Restoran Padang yang kebetulan bernama Sederhana dilakoninya dengan baik. Ia memulai aktivitas itu dari pagi hingga restoran tutup. Pahit getir hidup coba dirasakannya. Belum lagi urusan kecanduan judi di Jambi.

“Ini kan namanya untuk jadi batu loncatan semuanya. Jadi apa yang kita kerjakan itu untuk jadi pengalaman semua, jadi untuk pelajaran. Jadi dengan adanya pengalaman seperti itu kita jadi punya motivasi untuk maju,” ujar Haji Bustamam dalam wawancaranya di program Kick Andy, 22 Juni 2013.

Pengalamannya sebagai pencuci piring dimanfaatkan benar. Ia mulai memahami alur membuka Restoran. Ia mengetahui berapa modal yang diperlukan hingga urusan manajemen. Bustamam pun mengaku profesi itu jadi salah satu pengalaman terbaiknya dalam meniti karier.

Buka Restoran Sederhana

Kesuksesan tak kunjung didapat Bustamam. Uangnya yang didapat tak seberapa. Ia diharuskan pula menghidupi anak istrinya. Puncaknya, ia memilih merantau ke Jakarta pada 1970. Opsi merantau ke DKI Jakarta jelas dengan tujuan bisa hidup sukses dan mapan.

Bustamam pun tak peduli dengan imej Ibu Kota yang kejam bak ibu tiri. Bustamam menikmati perjalanan lima hari menuju Ibu Kota. Segala macam transportasi digunakannya untuk sampai Jakarta, dari kereta api, kapal, hingga bus kota.

Ia memulai usaha sebagai bakul rokok di Matraman, Jakarta Timur. Usaha itu memang untung. Namun, ia sering pindah-pindah lokasi karena tak memiliki lokasi jualan yang legal. Ia lalu mencoba mendatangkan anak istrinya ke Jakarta.

Usaha jualan rokok nyatanya mengalami kebuntuan. Persaingannya cukup ketat. Bustamam tak kuasa lagi berbisnis rokok. Sebab, usaha itu hanya tinggal menunggu stok habis dan tak bisa menutupi kekurangan. Bustamam yang dibantu istrinya coba banting setir ke usaha lainnya. Ia memilih usaha warung makan Padang.

Modalnya kala itu hanya Rp27 ribu. Itupun dibantu oleh sanak-familinya di Jakarta. Bustamam memilih lokasi warung nasinya di kaki lima di sekitar pasar Benhil pada 1972. Ia dengan semangat menyediakan lauk-pauk masakan padang bersama istrinya: ayam, ikan, telur goreng, sayur nangka, hingga sambal lado. Ia memberikan nama warung nasinya dengan nama Sederhana.

“Sesuai hasil tukar pikiran dengan Istri, gerobak dorong atau restoran berjalan tersebut kami beri nama Warung Nasi Sederhana. Nama tersebut terispirasi dari RM Sederhana milik Mak Syawir di Muara Tembesi, Jambi, tempat saya dulu bekerja sebagai pencuci piring,” ujar Haji Bustamam ditulis Hasril Chaniago dalam buku Haji Bustamam: Pendiri Restoran Sederhana (2019).

Jualannya jatuh bangun. Namun, semua berubah kala ia berkenalan dengan penjual nasi asal Solok. Bustamam mencicipi makanannya dan enak-enak. Bustamam lalu memberanikan diri meminta resep sekaligus ajari. Istimewanya Bustamam dapat restu. Bahkan, penjual nasi itu ikut menulis resep masakannya.

Dagangannya Bustamam mulai laris manis. Lapaknya mulai ramai. Namun, ia tetap berpindah-pindah. Kesuksesan baru mulai terasa saat ia pindah lapak dan menetap di Pasar Benhil dengan menempati kios pada 1974. Usahanya berkembang pesat dan pelanggannya meningkat. Modal terus bertambah.

Puncaknya hanya setahun berselang Bustamam membuka cabang kedua di Roxy. Kesuksesan itu tak berhenti. Haji Bustamam terus melebarkan sayap bisnis restoran sederhananya. Ia membuka banyak cabang lagi di Tanah Abang hingga Rawamangun.

Haji Bustaman mulai memetik hasil usahanya di Era 1980-an. Ia mampu memiliki rumah, mobil, hingga berangkat haji. Usahanya terus berkambang. Bahkan, hingga kini Restoran Sederhana Haji Bustamam telah memiliki 100 lebih cabang di seantero Indonesia.

Kisah Haji Bustamam pun membuktikan bahwa kerja keras takkan mengkhianati hasil. Anggap kegagalan sebagai proses berkembang layaknya Haji Bustaman membangun kejayaannya dalam wujud Restoran Sederhana.

 

Share
ESG
AMAN Plants 10,000 Mangroves for Net Zero Goal on World Environment Day 2024

AMAN Plants 10,000 Mangroves for Net Zero Goal on World Environment Day 2024

5 Simple Steps for Sustainable Lifestyle

Five practical ways to embark on a sustainable lifestyle.

Practical Tips for Household Waste

Sorting household waste is an essential step towards reducing waste generation and promoting environmental sustainability.

Understanding Non-Organic Waste

Non-organic waste refers to discarded materials that are difficult to decompose.

Cash for Trash: Turning Used Plastic Bottles into Rewards

Reverse Vending Machine (RVM) merupakan mesin untuk melayani penukaran botol plastik di fasilitas umum dengan menggunakan sistem poin lewat aplikasi Plasticpay.